Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Cinta Diam-Diam

"Apa indahnya cinta dalam diam, Ping? Kamu tidak mau memastikan perasaannya?" tegas orang di depan Pingkan. Pingkan baru saja menceritakan tentang lelaki yang membuatnya selalu merona ketika mereka berpapasan. Pingkan menatap Mega lama, sahabatnya itu sejak dulu selalu begitu. Tidak suka dengan ketidakpastian, apalagi jika ada sangkut pautnya dengan perasaan. "Tapi, kamu tau kan kalau kami akhir-akhir ini jarang sekali bertegur sapa?" tanya Pingkan lemah. "Ya, tapi kan kamu yang bilang sendiri bahwa perhatiannya padamu terasa istimewa." Pingkan terdiam, sebenarnya ia memang merasa demikian. Meski bibir ini tak berkata , bukan berarti ku tak merasa, ada yang berbeda di antara kita. Dan tak mungkin ku melewatkanmu hanya karena diriku tak mampu untuk bicara, bahwa aku inginkan kau ada di hidupku . ______ "Ping, apa kabar?" Pingkan sangat hafal suara itu, hanya orang-orang terdekatnya saja yang sering memanggilnya dengan sebutan itu. Ke...

Energi di Batas Waktu

'Makanya kalau kerja jangan nunggu batas akhir waktu, jadinya pasti keteteran, kan?' Komentar-komentar kayak gini nih yang bikin pengen nyodorin tumpukan berkas faktur dan kwitansi yang menunggu untuk diselesaikan malam ini. Ya, sekarang kami sedang berhadapan dengan laporan pertanggungjawaban dana hibah dari pemerintah yang sekolah kami terima. Yang orang ini nggak tahu, ini jelas bukan kerja semalam. Kami sudah mulai bekerja sejak Januari, itu berarti 6 bulan yang lalu. Mencatat pengeluaran yang mungkin di- cover oleh dana bantuan ini, menyimpan bukti nota bahkan beberapa sudah meminta cap toko pada kwitansi kosong. Di hari terakhir kami hanya membuka berbagai peluang yang lain, barangkali masih ada hal yang bisa kami upayakan setelah mencicil pekerjaan. Dan, ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul 21.00, barulah kami menyadari sesuatu bahwa apa yang kami kerjakan sedari sore ternyata salah konsep dan salah format. Pengen bisa teriak kenceng-kenceng, nangis terus tidu...

Kerlip Bintang

Apa passion -mu? Hal yang membuat tetap ingin melakukannya bahkan tanpa dibayar sedikit pun. Sesuatu yang membuatmu tersenyum lebar bahkan ketika baru merencanakannya. Impian yang terus dibawa meskipun sempat padam dan terkubur lama. Bagiku, itu adalah mengajar. Rasanya begitu menyenangkan ketika membuat kegiatan bersama anak-anak. Mulai dari menentukan tujuannya, mencari  lalu mencari jenis kegiatannya dan terakhir menentukan cerita yang membungkus kegiatan agar proses belajar terasa lebih berkesan. Oh, passion -mu menjadi guru? Hm, kupikir bukan, karena aku pernah berhenti jadi guru selama beberapa tahun karena alasan menikah, cuti hamil, punya anak, cuti hamil (lagi) dan punya anak (lagi), tetapi aku tetap melakukan hal yang menjadi passion -ku. Rasanya begitu menyenangkan ketika di instagram ada tantangan 30 hari membuat kegiatan montessori bersama anak. Membuat beberapa alternatif kegiatan yang menarik agar kedua murid sekaligus guru abadiku bisa menikmati pro...

Kelas Kakak Kreatif

Alhamdulillah, di tahun ajaran baru ini, masih dikasih kesempatan main bareng batuta alias bawah tujuh tahun. Kelas paling 'tua' plus paling banyak tuntutan. 'Bun, harapannya sih anak bisa calistung ya setelah lulus' Nah, kira-kira kalimat seperti inilah yang paling banyak dilayangkan pada kami. Dan, aku bukan tipe yang terburu-buru. Kali ini, murid sekelas ada 11 orang dan masih mungkin bertambah sampai penutupan pendaftaran akhir bulan depan. Ada 5 orang anak lanjutan dari kelas A, sisanya anak baru. Namun bagiku, hampir seluruhnya anak baru alias baru kali ini kupegang dalam kelas. Beberapa anak memiliki 'keunikan berbicara'. Unik karena aku belum bisa bilang apakah ini keterlambatan atau hanya kurang stimulus saja. Ada yang cadel huruf r, s. Mungkin karena usia, tetapi bisa juga bukan. Bagiku ini penting dalam proses calistung. Anak yang belum bisa melafalkan huruf dengan tepat pasti akan sulit melafalkan kata sesuai simbolnya. susu dibaca cucu era ...

Never Ending Drama

"Bang, hari ini bekalnya habis?" tanyaku ketika menjemputnya. "Iya, sama temen-temen," jawabnya enteng. ___ Kira-kira begitulah drama kedua ini dimulai. Lho, kok udah drama kedua, emang drama pertamanya apa? Itu lho, drama pertamanya tentang anak jagoan yang selalu menangis setiap diantar ke sekolah. Bunda memberikan dua pilihan, pergi ke sekolah tanpa menangis dan tetap boleh diantar Tiyus atau pergi sekolah dengan ojek langganan. Tantenya cerita, akhirnya drama itu berakhir dengan doa disertai isak kecil. Abang berdoa biar Abang nggak nangis lagi, Abang mau tahan nangisnya. Yang ini memang belum sepenuhnya selesai, kini sudah datang drama kedua. Sebagai emak-emak malas masak seperti saya, menyiapkan dua menu setiap hari sungguh membingungkan. Iya harusnya dijadwal, iya bawa makan yang sederhana saja, nggak usah maksain dulu lah. Menu pertama yang harus disiapkan adalah menu makanan ringan untuk pukul 10.00. Menu yang sudah kusiapkan sepekan ini antara lai...

Bercerita Tentang Neng

Seorang anak perempuan tampak memegang dua bonekanya dan duduk di boncengan motor. Tangannya repot memilih, berpegangan pada pengendara motor alias ibunya atau memegang erat kedua boneka. ___ Namanya Shaabira. Lahir di awal hari dan mewarnai hariku dengan 'keperempuanannya'. Membuat hariku sebagai ibu berubah dan banyak berkaca diri. Matanya bulat dan bulu matanya lentik sempurna, beberapa tantenya iri karena Shaabira tidak perlu memakai alat pelentik bulu mata. Anak ini sangat perempuan sekali, tidak seperti ibunya (if you know what i mean). Mendengar caranya membujuk setiap malam agar dibelikan pernak-pernik perempuan terasa menggelikan. Belum lagi ketika ia mulai memanggilku dengan panggilan berbeda setiap kalinya. Bunda, boleh nggak Ade beli bando? Umma, tas kelinci kayak Rara bagus ya? Mama, Ade teh butuh kunciran yang banyak. Oke, fine. Tutur katanya sangat keibuan, dikelilingi dengan kakak dan para adik sepupu laki-laki, Shaabira kecil 'terbiasa' mengasu...

Ternyata Dia

Sepekan sudah si anak 7 tahun itu sekolah. Di hari Senin dan Jumat, alhamdulillah bundanya diberikan keluangan untuk mengantar dan menjemput. Hari pertama, seperti anjuran pemerintah, antarkan anak sampai ke kelas. Abang juga sudah diantar sampai ke aula besar yang menjadi kelas sementaranya, tetapi tiba-tiba... Abang mulai bersembunyi di belakang punggung Bunda, lalu mulai menangis ketika Bunda izin mau pulang dulu dan kembali menjemputnya ketika jam pulang nanti. Kaget? Jelas kaget, Abang yang Bunda kenal adalah Abang yang pemberani, yang setiap datang ke tempat umum selalu bertemu dengan teman baru dan berkenalan. Sampai-sampai adiknya mengeluh, kenapa ya, Bun, Abang mah banyak temennya. Beberapa bujukan, rayuan bahkan ancaman akhirnya keluar dari mulut Bunda. Bang, kupikir kita sama-sama memilih untuk ini , atau masih aku yang memaksakan pilihan ini untukmu, ya? Anehnya, ketika Bunda pulang, Bunda mendapat kabar dari kakak fasilitator bahwa Abang sama sekali tidak bermasala...

Kupikir Aku yang Paling Tahu Tentangmu

Siang itu, terasa begitu pilu. Bukan, bukan karena ada hal buruk yang terjadi, tetapi karena aku merasa tidak 'sebaik' itu sebagai ibu. "Bu, bisa dilihat ya, Bu, postur anak ibu..." Sang terapis sekolah yang baru hari itu melihat anakku dengan seksama langsung bisa 'menemukan' beberapa kondisi tak biasa pada Abang. Perbedaan yang pertama adalah telapak kaki yang datar. Aku pernah mendengar istilah ini dan apa pengaruhnya pada tumbuh kembang anak. Anak dengan telapak kaki datar biasanya memiliki gangguan keseimbangan. (https://www.google.com/amp/s/id.theasianparent.com/telapak-kaki-datar-kelainan/amp) Bukan hanya itu, perbedaan kedua adalah postur ketika Abang berdiri tegak. Posisi perut abang terlihat sangat maju (seolah-olah buncit) padahal ini terjadi dikarenakan bagian bawah belakang punggungnya masuk (menekan ke arah perut). Penyebabnya adalah karena telapak kakinya rata (tidak ada lengkung terowongan di telapaknya). Tubuh bertumpu ke tengah, sehingga...

Akreditasi dan Pembuktian Cinta

Akreditasi itu, apa ya? Bertahun-tahun kami mencoba mengikuti prosesnya, mulai dari melengkapi persyaratan, mengikuti pendampingan, lalu kemudian berhenti di tengah jalan. Bukan karena malas atau bukan prioritas, tetapi mungkin karena untuk menjalani prosesnya kami belum pantas. Namun, akhir tahun 2018 entah mengapa kami benar-benar melakukannya bersama. Bersama, artinya, tugasku bukan hanya sekadar mengantar, tetapi juga terlibat serta. Semua tugas tidak dibebankan ke kepala, tetapi dibagi per ranah tugas kami. Selama berbulan-bulan sejak tim kerja dibuat, tidak ada kabar lagi kapan akan mulai running jadi semua tim masih merasa 'santai' saja. Hingga akhirnya tibalah, kami mulai benar-benar bekerja. Lebih tepatnya tim akreditasi mulai 'mengejar-ngejar kami'. Ini menarik! Hidup di bawah 'tekanan' memang membuat kita bisa terus berubah ke arah yang lebih baik. Membuat kami banyak mengupayakan yang terbaik yang kami bisa. Kami memang suka mencatat, tetapi...

Surat Untuk yang Tersayang

Part 1 : Bang, tahukah engkau, Nak, saat engkau lahir, itu adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di rumah sakit sebagai pasien, bukan sebagai pengunjung. Takut, cemas dan semua rasa sejenis hinggap. Belum lagi panik setiap kali kontraksi terjadi. Kita sudah menginap di sana, padahal perjalanan menuju kelahiran masih panjang. Bunda masih sempat lari di koridor rumah sakit sambil membawa kantong infus, masih sempat tertidur sejenak ketika kontraksi hilang, lalu meringis lagi. Bunda masih sempat telepon beberapa orang, semisal my icha @fresh_ocean_food lalu ngobrol nggak jelas mencoba melupakan sakitnya. Bunda masih ingat, malam itu bunda minta didoakan oleh handai taulan, dan seseorang bilang, 'pasrahkan sama Allah, da lahiran mudah teh bukan karena ibunya hebat atau dokternya berpengalaman, tetapi karena Allah'. Entah kenapa, bunda langsung ingat potongan ayat itu, Nak. Potongan ayat yang tersimpan rapih dalam namamu... laa tanfudzuuna illa bi sulthon , kamu tak aka...

Ketika Abang (Akhirnya) Sekolah

"Bang, Abang sekolah di Hayat, ya," pintaku padanya sesaat sebelum kami melakukan rutinitas sebelum tidur. "Abang mau coba aja, Bun. Bukan sekolah," jawabnya singkat, kemudian mengelak ketika kucoba mendorongnya untuk menjawab iya pada pilihanku. *** Siapa yang menyangka bahwa aku akhirnya mengalami fase hidup seperti itu? Mendatangi sekolah untuk survey, mempertimbangkan biaya, mengikuti trial untuk melihat tanggapan Abang. Kupikir selamanya aku bisa mendampingi proses belajar Abang secara langsung. Aku sudah tergabung dalam komunitas homeschooling sejak anak-anak masih batita. Bagaimana mendampingi anak tumbuh sambil mencatat tiap potensi yang muncul. Aku mencatat bahwa bakat create Abang tinggi. Anak ini perlu difasilitasi dengan beragam media agar ia bisa membuat sesuatu yang baru. Kardus, botol plastik, lakban, lego, jepitan baju, gantungan baju bisa ia gunakan untuk membuat hal-hal baru yang bahkan tidak terpikirkan olehku. Abang belajar baca dengan cara...