Energi di Batas Waktu

'Makanya kalau kerja jangan nunggu batas akhir waktu, jadinya pasti keteteran, kan?'

Komentar-komentar kayak gini nih yang bikin pengen nyodorin tumpukan berkas faktur dan kwitansi yang menunggu untuk diselesaikan malam ini.

Ya, sekarang kami sedang berhadapan dengan laporan pertanggungjawaban dana hibah dari pemerintah yang sekolah kami terima.

Yang orang ini nggak tahu, ini jelas bukan kerja semalam. Kami sudah mulai bekerja sejak Januari, itu berarti 6 bulan yang lalu. Mencatat pengeluaran yang mungkin di-cover oleh dana bantuan ini, menyimpan bukti nota bahkan beberapa sudah meminta cap toko pada kwitansi kosong.

Di hari terakhir kami hanya membuka berbagai peluang yang lain, barangkali masih ada hal yang bisa kami upayakan setelah mencicil pekerjaan.

Dan, ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul 21.00, barulah kami menyadari sesuatu bahwa apa yang kami kerjakan sedari sore ternyata salah konsep dan salah format.

Pengen bisa teriak kenceng-kenceng, nangis terus tidur. Ya Allah kenapa baru sekarang, padahal sebelum magrib tadi baru aja bilang. Alhamdulillah, jam segini sudah hampir beres 70%. InsyaaAllah nggak harus begadang kayak tahun-tahun sebelumnya.

Pengen nunjukin emosi yang nggak wajar kayak di emoticon whatsapp. Yang mukanya jadi merah semua atau yang mukanya hijau semua dan mau muntah.

Mungkin setelah semua hal itu dilakukan, perasaan kesel bisa tersalurkan, tapi...semua itu tidak menyelesaikan masalah yang sedang kami hadapi.

Maka kuminta rekanku pulang duluan, meminta jeda istirahat barang satu sampai dua jam. Lalu berusaha memulai lagi, membenarkan hal-hal yang salah di sisa waktu yang ada.

Lelah?
Ya, kira-kira begitulah. Susah dijelasin pake kata-kata. Hari ini udah muter ke beberapa tempat yang pernah kami datangi untuk belanja tempo hari karena kami lupa meminta cap pada kwitansinya.

Tapi legaaa...banget. Salahnya ketahuan sebelum pengumpulan dan verifikasi besok pagi.

Allah tuh, baik banget ya.
Masih kasih waktu buat kami memperbaiki, belajar sesuatu hal yang baru di ujung waktu. Melihat dari sudut pandang yang berbeda lalu berusaha menyelesaikannya sebaik yang kami mampu.

Rasanya kayak lagi ngerjain soal matematika yang susah, mentok berkali-kali tapi nggak ketemu jawabannya. Terus tiba-tiba dijelasin konsepnya dan jadi bisa ngerjain  soalnya sampai selesai.

Aduh, tapi kan dikumpulinnya besok. Kekejar nggak ya?
Selama masih ada waktu, berarti masih ada yang bisa diupayakan, kan?

Tiba-tiba datenglah seorang pangeran kecil ke ruangan tempat kami bekerja dan teriak kangen sama Bunda.

Mungkin kesalahan ini Allah kasih biar kami nggak lupa waktu. Sekalipun ini ada di prioritas utama karena penting dan mendesak, ada hal-hal penting lain yang nggak boleh kami lupakan.

Sudah masuk jam tidurnya anak-anak. Dan, sudah masuk waktu spesial untuk keluarga kecilku.

Entah mengapa, di sisa waktu pengerjaan laporan pertanggungjawaban dana hibah yang sekolah kami terima, aku merasa mendapat suntikan energi ekstra. NOS kalo istilah balapannya. Energi yang membuat kami bisa melesat lebih cepat dari hari-hari biasanya.

Mungkin inilah yang dinamakan, keindahan di balik tekanan. Perasaan tertekan tetapi membuat kita tidak ingin berhenti.

Harus selesai, dan harus diupayakan.

Masih ada perasaan kesel? Jelas masih ada, tetapi insyaaAllah perasaan itu bisa hilang kalau besok pekerjaan ini selesai dan bisa dianggap tuntas oleh sang pemeriksa kelayakan.

Bismillah, biidznillah.

Wahai Allah saksikanlah, kami yang tidak mau menyerah kalah meskipun mata sudah merah.

Semoga hari ini jadi saksi kesungguhan kami sebagai hamba yang ingin bisa melakukan ahsanul 'amala, amal terbaik yang kami bisa.

#TantanganForsen_9

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Harus Kutulis?

Pertemuan kembali

Day 2 : Tema Blog yang Paling Disukai