Akreditasi dan Pembuktian Cinta
Akreditasi itu, apa ya?
Bertahun-tahun kami mencoba mengikuti prosesnya, mulai dari melengkapi persyaratan, mengikuti pendampingan, lalu kemudian berhenti di tengah jalan.
Bukan karena malas atau bukan prioritas, tetapi mungkin karena untuk menjalani prosesnya kami belum pantas.
Namun, akhir tahun 2018 entah mengapa kami benar-benar melakukannya bersama. Bersama, artinya, tugasku bukan hanya sekadar mengantar, tetapi juga terlibat serta. Semua tugas tidak dibebankan ke kepala, tetapi dibagi per ranah tugas kami.
Selama berbulan-bulan sejak tim kerja dibuat, tidak ada kabar lagi kapan akan mulai running jadi semua tim masih merasa 'santai' saja.
Hingga akhirnya tibalah, kami mulai benar-benar bekerja. Lebih tepatnya tim akreditasi mulai 'mengejar-ngejar kami'.
Ini menarik!
Hidup di bawah 'tekanan' memang membuat kita bisa terus berubah ke arah yang lebih baik. Membuat kami banyak mengupayakan yang terbaik yang kami bisa.
Kami memang suka mencatat, tetapi tidak rapih dalam menyimpan.
Kami punya catatan yang lengkap, tetapi belum tahu cara menganalisis data yang kami miliki.
Kami jadi tahu banyak kelebihan yang tidak kami sadari, dan kekurangan yang perlu diperbaiki.
"Bu, progress sekolah kita terbaik ke-3 di Bandung raya...(walau poinnya masih...)," ujar sang ibu ketua tim akreditasi.
Kabar ini jelas membahagiakan, mungkin kesannya ke-geer-an atau ke-pede-an, apalagi menemukan daftar peserta yang lain yang jelas-jelas sekolah 'ternama' (menurut pendapat kami, dan sempat membuat kami agak ketar-ketir hanya dengan mendengar namanya saja).
Namun, sekali lagi, akreditasi mengajarkan kami untuk tidak mengukur kekuatan kami dengan membandingkan lembaga kami dengan lembaga lain. Ini tentang kami, apa yang sudah kami punya dan apa yang akan kami usahakan.
Hingga hari itu tibalah, dokumen kami dianggap sudah memenuhi syarat untuk maju divisitasi, bahkan perkiraan tanggalnya sudah diberikan.
Bertepatan dengan hari-hari awal tahun ajaran baru, maka untuk pertama kalinya, tidak ada liburan sekolah untuk kami. Persiapan akreditasi ini benar-benar 'memaksa' kami untuk 'bersiap dengan kondisi terbaik'.
Mengetuk langit, meminta keikhlasan dari yang terkasih di rumah, menjaga kesehatan diri seolah menjadi hal yang bisa kami upayakan sebagai pribadi.
Memperbaiki niat, memperbaiki kinerja, mengubah pola hidup menjadi lebih rapih, lebih terarah.
Ini benar-benar kehidupan yang menarik.
Siapa sangka, lulusan sains di akademi ternama bisa 'terdampar' di sekolah di atas gunung yang jauh dari kota?
Siapa sangka bahwa sekolah di atas gunung itu yang membuatnya menemukan kembali passion hidupnya?
And, yesterday was the day.
Briefing singkat pada para krucil yang dibalas kontan oleh Allah dengan kemudahan saat mereka tidur malam, bangun pagi, mandi dan persiapan.
Juga jutaan kemudahan yang Allah beri.
Gugup? Pasti.
Ditonton anak nyanyi sambil gerak tubuh mungkin biasa, tetapi ditonton bapak-bapak penilai, jelas tidak biasa.
Namun, anak-anak memang hal terbaik yang kami punya sebagai peredam gugup tadi.
Senatural mungkin?
Ya mau bagaimana lagi, apa yang bisa kami tutupi?
RPPH mungkin sudah disusun sempurna, tetapi siapa yang bisa menyangka kalau ada anak yang malah bertingkah yang menguji kesabaran.
Proses pembelajaran selesai, tetapi penilaian belum selesai. Gugup kedua.
Banyak hal yang kami dapat, insight yang terus saja muncul dari para assesor. Hal yang membuat kami terus berkaca diri, membuat kami semakin kuat dalam kerja tim.
Hingga akhirnya, laptop milik bapak assesor ditutup. Dan, itu artinya, proses pengumpulan data selesai walau kami belum bisa bersorak.
Kalimat penutup yang membuat kami harus menahan haru. Akreditasi ini bukan sekadar formalitas belaka, ini bukan akhir. Ini adalah langkah awal untuk menjadikan lembaga kami lebih baik lagi.
Setelah ini, kami 'dituntut' untuk berlaku menjadi sekolah yang terakreditasi, tak peduli huruf apa pun yang menjadi nilai kami nanti.
Setelah ini, kami 'diminta' untuk selalu memandang proses pembelajaran yang kami lakukan dari kacamata orang tua siswa. Apakah kami bisa membuat mereka nyaman dan percaya untuk memilih kami sebagai partner pengasuhan buah hati mereka?
Ya Allah,
mungkin bukan catatan ini yang akan dilihat orang tua. Bukan juga ijasah kami yang jelas-jelas bukan berlatar belakang pendidikan anak usia dini.
Mungkin juga bagi anak, bukan berapa bintang yang menjadi nilai mereka pada setiap hasil karya.
Namun ketulusan, juga kesungguhan untuk memberikan yang terbaik yang kami mampu.
Semoga akreditasi ini menjadi sebuah catatan amal baik bagi kami, sebagai bukti tercatat bahwa kami memang ingin menjadi pribadi yang lebih baik.
24 Juli 2019
#TantanganForsenJuli_5
Komentar
Posting Komentar