Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2018

Menghilang tanpa jejak

Aku sudah mempersiapkan diri untuk menemui Abi. Hari ini kami seharus bertemu, acara bulanan organisasi. Seharusnya mudah saja menemukannya dalam acara ini. Ia orang yang sangat mencolok. Tapi, nihil. Dia tidak ada. Ya, aku mencarinya. Kami harus membahas maksud perkataannya semalam, kan? *** Bolak balik aku memandangi layar gawaiku. Berharap ada sesuatu. Hei, ada apa dengan aku. Bukankah seharusnya aku tidak terganggu? Aku membaca lagi pesannya semalam, dan aku tahu dia juga sedang memegang gawai. Tertulis online pada statusnya. Haruskah kutanyakan maksudnya? Bolak balik aku mengetik, lalu menghapus lagi. Menatap layar, lalu meletakkannya di meja, mengambilnya lagi. Kalila yang sedang duduk di hadapanku menatapku heran. Mungkin bingung dengan tindakanku yang aneh. Aku memutuskan tidak menghubunginya. *** Novel ketiga yang kulalap bulan ini, novel ringan bertema romansa kehidupan pernikahan. Tema yang menghangatkan hati tapi juga menyesakkan dada. Kisah yang s...

Ketagihan faksi

Siapa yang baru tahu apa itu faksi? Siapa yang menulis untuk rilis emosi? Siapa yang akhirnya ketagihan mengambil cerita di sekitar lalu suka mendramatisir keadaan? Saya..saya..saya.. Thanks to Allah, untuk lingkaran baru di bulan Mei ini. Another community, different people, more joyful. Bertemu dengan banyak orang baru adalah salah satu capaian yang ingin dicapai dalam target jangka panjangku. Bertemu orang baru dengan minat yang sama? Ini namanya, hadiah. Namanya Forsen, Forum Silaturrahim Emak Nulis. Isinya ibu-ibu semua, ada beberapa gadis sih, tapi nggak banyak dan mereka ikut asyik jadi ibu-ibu. Wasilahnya, Teh Fina, (ini baru namanya takdir, Abi, bukan seperti pengakuanmu, hihi). Qadarullah, Allah yang atur. Masuk di bulan Mei. Tantangannya faksi, temanya berat, seputar pernikahan dan hari-hari pertama jadi ibu. Tema yang hanya membuka luka lama. Tapi nyatanya, aku ketagihan faksi. Ini adalah jawaban atas segala doa. Ayo, saatnya berani hadapi dunia dengan menjadi diri...

Dia, laki-laki dari masa lalu

"Teteh sudah ingat aku, ya?"tembaknya. Aku mengangguk. "Abi kan ya..hehe..dari kemarin aku kira siapa ini ada orang SKSD. Ternyata Abi. Sehat, Bi?" Ia terlihat senang karena aku mengingatnya. "Aku sehat, Teh" Dan kami terlibat obrolan santai sampai akhirnya ia mengeluarkan pertanyaan pamungkasnya. "Teteh sudah menikah, kan?" Pertanyaan retoris. Harusnya ia tahu jawabannya. Aku kemarin menggendong seorang anak perempuan yang wajahnya sangat mirip denganku. Kalila, anak sematawayangku. Sebelum menjawab, aku menghela nafas panjang. "Aku bercerai, Bi."terangku, "Tiga tahun yang lalu." Aku tak mengerti mengapa bisa semudah itu menjelaskan pada Abi. Apakah karena aku masih menganggapnya 'anak kecilku'. Dulu, setiap kali bermain aanjangan. Abi selalu berperan sebagai anakku, ia manut saja ketika 'kusuapi makanan dengan sendok', lalu kugandeng tangannya sambil berjalan-jalan ke 'pasar buah...

Ingatan Masa Lalu

Ia tiba-tiba saja datang, melangkah masuk dalam hidupku. Tiba-tiba saja berdiri di hadapanku lalu mengajakku berkenalan. Teteh, yang tinggal di seberang masjid, kan? Teh Mila, kan? Aku bahkan masih bisa mengingat raut wajahnya, intonasinya saat berbicara. Esoknya lagi, ia seolah sudah lama mengenalku. Mengajakku mengobrol dengan santainya. Meminta pendapatku tentang hal yang sedang ia hadapi. Menganggapku..kakaknya, kah? Lantas pikiranku melayang ke belasan tahun silam, saat aku masih berseragam putih merah. Masih melompati tali karet setinggi kepala tanpa merasa perlu 'jaim'. Ada seorang anak kecil kelas satu SD yang selalu memandangiku, mungkin takjub melihat seorang gadis terbang melintasi karet. Mata itu..sama dengan mata lelaki ini. Lelaki yang belum berhenti bicara sedari tadi. Padahal aku tidak menanggapinya dengan seksama. Hanya sambil lalu saja. Jadi dia, fans-ku sejak kecil? Aku tiba-tiba tertawa sendiri.. "Teteh sudah ingat aku ya?" tem...

itu bukan pilihanku

aku bisa saja membenci.. bisa saja marah, bisa saja memilih terluka lebih lama . tapi itu bukan pilihanku. hidup berjalan waktu berganti . dan kita hanya hamba, bukan Pembuat rencana . keyakinan bahwa apapun yang terjadi sesakit, seberat, sepahit dan seburuk apapun ini skenario-Nya. . maka, menerima, menghadapi, mengikhlaskan, lalu melangkah terus ke depan . untuk hati yang lapang marah yang telah redam . terima kasih terima kasih telah mudah hadir.. . . untuk dia yang di sana selamat menjalani hidup yang berbeda kini . terima kasih karena telah menempaku sebaik ini