Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Pilihan Hidup

Di lorong kecil di sebelah pasar, tampak seorang laki-laki muda berjalan buru-buru. Di tangannya tampak kantong plastik berwarna hitam, ia memegang erat plastik tersebut. Isi plastiknya sangat spesial, nasi padang dengan lauk rendang kesukaan adiknya. Kali ini ia yakin adiknya akan menerima makanan ini, tidak seperti sebelum-sebelumnya. Sudah sepekan sejak kejadian itu, adiknya menolak menerima uang darinya. Menolak makanan yang ia bawa sebagai oleh-oleh sepulang kerja. Adiknya mogok makan. Benar-benar tidak makan sama sekali. Hanya air putih saja. Laki-laki itu tahu bahwa ini bentuk protes adiknya atas pilihan yang ia ambil. Tapi ia belum menemukan solusi yang lebih baik, sampai siang tadi. *** Laki-laki itu bersiap-siap untuk berangkat. Pakaiannya semi formal, kemeja panjang dipadu dengan celana kain, jaket kulit dipakai pula untuk menghangatkan tubuhnya di atas motor. Ini hari pertamanya dengan pekerjaan barunya. Wajar saja jika ia gugup, kan? Setelah dipecat dari tempat ...

Lelaki di Putaran Thawaf

                Rini mengelap keringatnya dengan kerudung. Ia melihat ke atas langit kemudian memperkirakan kira-kira berapa derajat suhu siang ini. Mungkin sekitar 40 derajat celcius. Di tempat yang sama, semua orang sedang melafalkan zikir dalam putaran thawaf. Sama-sama kepanasan, kehausan dan juga banjir keringat seperti dirinya.                 Mungkin ia salah memilih waktu untuk melakukan ritual umroh , pikirnya. Biasanya ia akan memilih waktu sore menuju malam atau bahkan malam hari. Memisahkan diri dari rombongan karena merasa akan lebih khidmat melakukannya sendirian. Ia tidak merasa takut nyasar karena ia sudah beberapa kali mengunjungi Baitullah.                 Namun tadi pagi, teman sekamarnya, Farida, mengajaknya untuk umroh lagi. Umroh kedua. Sebagai orang yang sulit untuk menol...

katanya jangan berhenti berharap

baru saja kubilang titik akan harapan semu ini dia bilang jangan selama tidak berhenti berharap selama tidak berharap pada sumber yang salah selama masih ingin melangitkan doa hai, masih bolehkah kusimpan rasaku? tidak, tidak lagi akan kupaksa hatimu mau biar ia di hatiku saja

Sarapan Ala Fitri

Fitri membungkus sendiri nasi uduk, telur dadar iris dan tempe orek buatannya sesudah salat Subuh. Hanya jadi dua belas bungkus, meleset dari perkiraannya sebanyak lima belas bungkus. Namun Fitri tidak patah semangat, dua belas bungkus pertama ini akan selalu ia ingat selamanya. Berawal dari pengalamannya yang selalu saja tidak sempat menyiapkan sarapan sebelum ke kampus. Ia akan menahan lapar sampai jam kuliah usai, kalau hanya satu mata kuliah, mungkin agak mendingan. Tapi, bila harus dua mata kuliah, maka nyanyian dalam perut akan lebih mirip seperti teriakan demonstran saat aksi protes di gedung pemerintahan. Fitri sadar bahwa kemampuan masaknya terbatas, maka ia hanya punya satu orang yang ia pikir bisa membantu niatnya ini. Ibunya. Sayangnya, ternyata ibunya tidak mendukung. Fitri masih ingat ketika ibunya meremehkan keinginannya itu. Ibunya bilang, dengan budget yang ia miliki, apa yang ia lakukan akan menjadi sia-sia belaka. Fitri pun sadar, budgetnya sangat terbat...