Ketika yang pergi datang kembali
Drrt..drrt..
Gawaiku bergetar. Nomor yang tidak dikenal. Aku tidak mau mengangkatnya.
Gawaiku bergetar. Nomor yang tidak dikenal. Aku tidak mau mengangkatnya.
Drrt..drrt.
Nomor yang sama. Masih terus saja menelpon.
Nomor yang sama. Masih terus saja menelpon.
Ada kabar penting-kah? Dari siapa?
Akhirnya aku mengangkatnya.
"Mila, kamu di mana?"
Suara itu. Suara yang membuatku terluka.
"Ada perlu apa? Kenapa sekarang kamu menghubungiku lagi?"
"Aku kangen Kalila"
Aku mendengus, namun tak ada gunanya karena ia pasti tak akan mendengarnya. Inginnya aku berkata kasar. Buat apa ia baru menghubungiku lagi sekarang. Setelah semuanya berjalan begitu baik untukku.
"Aku tinggal di rumah Amih, kalau mau ketemu Kalila, datang saja kesini!" tegasku.
Aku tahu dia tidak mungkin berani ke rumah Amih. Setelah apa yang dia lakukan padaku dan bagaimana reaksi Abah ketika ia pernah mencariku di rumah Amih.
"Bolehkah aku menemui Kalila di tempat lain? Bisakah kau bawa Kalila ke tempat bermain anak? Biar aku menemaninya main di sana.." tawarnya.
Aku mengiyakannya. Entah terpaksa, entah malas berdebat. Kami pun menentukan waktu dan tempatnya. Setelah tahun-tahun yang Kalila lewati tanpa ayahnya, akan seperti apakah pertemuan pertamanya lagi nanti? Akankah ia mengenalnya, akankah ia bisa nyaman bersama ayahnya?
***
Taman bermain di sebuah mall.
Tempat yang kami sepakati untuk bertemu.
***
Taman bermain di sebuah mall.
Tempat yang kami sepakati untuk bertemu.
Aku sengaja datang lebih awal. Memastikan Kalila sudah nyaman dengan tempat mainnya. Juga memastikan diri bahwa aku bisa lebih nyaman bila harus bertemu dengannya lagi.
"Neng, Mila.." panggil seseorang dari belakang. Jantungku berdebar kencang. Aku tahu siapa yang datang.
"Itu Kalila. Aku ada janji dengan teman di salon dekat sini, mungkin untuk 1-2 jam. Kamu sendirian?" Aku bertindak sejudes mungkin, berharap ia tahu bahwa aku tidak suka dengan pertemuan seperti ini.
Ia hanya mengangguk. "Apa tidak apa meninggalkan Kalila hanya bersamaku, bagaimana kalau ia harus ke toilet? bagaimana kalau dia mencari ibunya?"
Aku mendecak pelan. Ini hal yang sudah kuperhitungkan sebelumnya, ia pasti melarang aku pergi. Aku memasang wajah cemberut. Lalu perlahan berjalan menjauh, mencari tempat duduk terdekat di taman bermain itu lalu mulai memainkan gawaiku.
Komentar
Posting Komentar