Review Novel : Violet

Judulnya tentu saja sudah membuat jatuh cinta, karena saya suka warna ungu atau violet. Belum lagi sampul novelnya yang benar-benar ungu, semakin membuat buku ini layak dijadikan koleksi pribadi. Dan, ini adalah 'anak' dari salah seorang saudari di komunitas menulis yang paling nyaman yang pernah kumiliki, maka 'anak-anak' mereka juga adalah anakku yang harus kukenalkan pada lingkaran pertemananku. Terima kasih, Mba Triana atas kisah manisnya.
Violet, di novel ini adalah nama tokoh utama. Biasanya, tokoh utama akan menjadi tokoh protagonis yang disayang dan/atau 'dikasihani' oleh pembaca. Nah, inilah keunikan Violet. Dia sudah membuat saya gregetan dari kali pertama, bikin tambah gregetan di tengah kisah. Bahkan, sampai akhir cerita saya masih gregetan. Gregetan di sini, seolah-olah Violet ini tokoh antagonis yang bikin sebel. Ih, kenapa sih dia yang begitu dikelilingi oleh orang-orang baik semisal Mas Yudha dan kedua orang tuanya, si kembar Rena-Reza dan juga Bu Wati.

Kisah seorang remaja yang tinggal bersama ibunya saja karena orang tuanya berpisah sejak ia bayi, yang kemudian harus berkumpul dengan keluarga ayahnya karena kematian ibunya. Namun, tentu saja, kendati pun ada ikatan darah, mereka sudah terlalu lama tidak berjumpa. Butuh banyak penyesuaian diri yang pastinya tidak selalu nyaman.

Hal yang paling istimewa yang 'ditinggalkan' untuk Violet adalah sepucuk surat berwarna ungu dan beraroma lavendel yang hanya boleh dibaca ketika Vio jatuh cinta atau mau menikah.(Di sini, langsung kepikiran juga untuk buat surat-surat rahasia untuk kedua anak tercinta).
Kisah dimulai ketika Vio masih sekolah, tetapi tiba-tiba di bab 6 baru diceritakan bahwa 5 bab awal adalah flashback. 
Padahal, sepertinya kisah bagaimana seorang remaja 'menerima kenyataan hidupnya' lalu menjalaninya dengan baik akan seru untuk dibahas. Kemarahan pada orang tua yang tidak mencarinya selama belasan tahun, keluarga bahagia yang 'bukan' miliknya. Namun, sepertinya inti novel ini memang bukan pada kisah Vio dan masa lalunya.

Ada apa dengan Vio di masa depan?
Ternyata ada kisah cinta yang manis yang diawali dengan perjodohan kedua keluarga yang sudah akrab sejak lama. Pernikahan agaknya akan membuat jalinan kedua keluarga akan semakin rekat, sayangnya Vio justru menggagalkan rencana itu. Bukan, bukan karena nggak menyimpan perasaan pada tetangganya itu. Namun, karena ada pilihan lain yang entah mengapa di mata Vio terlihat begitu menarik untuk Vio.

Entah mengapa, kalau saya jadi Vio, di usianya saat itu mimpi-mimpi tentang pernikahan sudah banyak mengisi pikiran. Daripada terus melamar kerja tanpa adanya kepastian yang jelas, lebih baik menikahi seorang laki-laki yang sudah jelas baik dan sudah mau menikahi kita.
Inilah yang membuat saya gregetan sekali sama Vio. Namanya juga pembaca, ya, hehe... Saya acungi jempol untuk penulisnya yang bikin emosi saya terbawa ke kisah Vio.

Vio dikisahkan membatalkan pernikahan demi panggilan interview di luar kota, yang ternyata berakhir dengan kegagalan. Namun, karena gengsinya, Vio tidak ingin keluarganya tahu dan malah melanjutkan hidupnya sendiri bersama Bu Wati, orang yang mengasuhnya sejak kecil dan berjasa ketika mama Vio mengalami kebangkrutan. Kisah selanjutnya pun masih berkutat dengan sikap egois Vio yang mungkin sering juga kita temui pada orang di sekitar kita atau bahkan kita sendiri.

Ya, kita kadang selalu condong pada pilihan yang menguntungkan untuk kita, kan?

Tadinya, saya berpikir kisah ini akan sad ending, bagaimana akhirnya Vio menyadari berbagai pilihan yang keliru pada hidupnya dan bagaimana ia meniti resiko yang harus ia terima atas pilihannya. Persis seperti tagline-nya : 'Kala kehilangan sesuatu yang berharga, masihkah bahagia dapat dieja?'

Namun, sepertinya, penulisnya terlalu baik dan memberikan hadiah manis untuk Vio di akhir kisahnya di novel. Anyway, kisahnya menarik untuk diikuti dalam sekali duduk lho. Happy reading. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Harus Kutulis?

Pertemuan kembali

re arrange