Shaabira Khadija, Hadiah Kesabaran
Prosesnya sudah terjadi lama, tetapi hikmahnya masih bertebaran di setiap saat aku mengingatnya.
Kelahiran spesial hampir 5 tahun yang lalu.
Proses kehamilan yang tidak terlalu menyenangkan. Bukan, bukan karena aku tidak menginginkan hamil dan memiliki anak. Justru aku sudah punya mimpi untuk memiliki 5 anak yang lucu-lucu dan menggemaskan.
Tidak menyenangkan karena saat itulah riak-riak pertama datang sebelum akhirnya badai menerjang dan memporak-porandakan bahtera rumah tanggaku.
Aku memaksa diri tidak boleh bersedih karena aku tahu perasaan ibu akan berpengaruh pada anak. Namun, ada air mata yang memaksa mengalir walau aku berusaha menahan.
Semua hal yang seharusnya tidak boleh ada ketika seorang ibu sedang hamil malah kualami. Seolah-olah Allah sedang membukakan mataku untuk melihat siapa sebenarnya orang yang menjadi pasanganku.
Belum lagi proses kelahiran sebelumnya yang menimbulkan luka membuatku agak takut melakukan proses persalinan di rumah sakit. Aku mau melahirkan dengan cara yang lebih baik.
Allah Yang Mahabaik, yang mempertemukanku dengan orang yang tepat. Lewat obrolan dengan sahabat yang sudah lebih dulu mengenalnya. Seorang bidandari cantik yang lembut, Teh Okke.
Bumi Ambu, nama kliniknya. Sebenarnya kurang pas disebut klinik, lebih tepat dimaknai sesuai namanya. Bumi Ambu, rumah yang nyamaaan untuk para Ibu.
Sejak pertama datang, sudah merasa spesial sekali sebagai ibu hamil. Maka, walaupun ketika datang sudah pada usia kehamilan 36 pekan, rasanya mantap saja untuk melahirkan di sini.
Melihat kamar bersalin, dua tempat tidur nyaman seperti di hotel dengan aksen shabby chic. Keranjang bayi di pojok ruangan. I love it.
Menjelang due date, pertanyaan 'sudah lahiran belum' mulai bermunculan. Doa-doa dari handai taulan yang kadang terdengar begitu mengesalkan. Namun, my baby girl nampaknya masih betah di dalam sana.
Lewat sepekan dari HPL, barulah akhirnya kontraksi rutin kualami. Teringat kata Bidandari agar tetap tenang dan tidak panik. Datang ke bidan ketika kontraksi sudah 5/10 menit sekali.
Perjalanan yang cukup dekat dari rumah, lalu disambut oleh Bidan Ami dan Bidan Dani.
Sempat merasakan kekhawatiran ketika ada pasien lain yang datang. Tiba-tiba flashback ke kelahiran pertama yang harus antri ketika prosesnya. Duh, bagaimana kalau harus kejadian lagi. Dan akhirnya lega karena pasien satunya harus dirujuk ke RS.
Menjelang tengah malam merasakan kenyamanan ketika dipijat pinggul saat bermain di atas birthing ball berwarna ungu sambil bercerita panjang lebar soal keluargaku.
Lalu, diminta tidur dulu agar bertenaga ketika melahirkan. Alhamdulillah, masih merasakan tidur nyenyak sekejap lalu terbangun karena meringis-ringis kesakitan.
Sampai akhirnya, dini hari para bidan berkumpul karena kupikir sudah tiba saatnya.
Aku memilih posisi miring ketika melahirkan, karena bidannya bertanya posisi apa yang membuatku lebih nyaman.
Para bidan memintaku terus mengatur nafas dan tidak mengejan agar jalan lahir tidak robek.
Dan lahirlah dia setelah azan Subuh dengan proses kelahiran spontan dan tanpa intervensi apa pun. Tidak ada pengguntingan, balon ataupun induksi.
Setelah itu, bayi diletakkan di atas perut untuk melakukan IMD, Inisiasi Menyusui Dini, dengan kondisi plasenta masih terhubung. Lucu melihat ada wadah berisi ari-ari di sebelah tempat tidur.
Saat bayi dibersihkan, ibunya pun dimandikan dan diberi perawatan setelah melahirkan. Alhamdulillah, berasa jadi ratu sehari.
Belum lagi setelah itu boleh meminta makanan apa pun untuk sarapan dan makan siang sebelum pulang. Ya, setelah diobservasi selama 6 jam setelah melahirkan, aku sudah boleh pulang.
What a day!
Kelahiran menyenangkan, buah dari kesabaran berlipat. Anak cantik berpipi merah. Yang mewarnai merah jambu di kelamnya hatiku.
Komentar
Posting Komentar