Ketika Pasangan Berselisih

Mungkin agak kurang pantas jika seseorang yang memiliki masalah rumah tangga berbicara tentang tips mengatasi masalah dengan pasangan.

'Lah kamu kan nggak sukses, mau ngasih tips apa?'

Mungkin kalimat itu pantas disematkan padaku.

Namun, aku merasa harus menyampaikannya.

Masalah rumah tangga, banyak yang berujung pada perceraian. Entah karena salah paham, banyak berprasangka dan enggan memperbaiki.

Satu kalimat ustadz Bendri yang selalu teringat adalah

Perceraian itu terjadi karena pelakunya melakukan dosa. Baik disadari atau tidak. Bisa jadi oleh salah satu pasangan, atau bahkan keduanya.

Maka aku mencari, kiranya mana porsi bagianku yang terhitung maksiat.

Laki-laki sebagai imam, dan perempuanlah makmumnya

Maka hal pertama yang harus dilakukan oleh pasangan yang berselisih adalah memastikan posisi.

Kita imam atau makmum? Kalau makmum berarti harus ikut imam, kan?

Taat pada suami adalah keharusan kecuali jika diajak bermaksiat. Maka bila hanya berselisih soal di mana anak harus sekolah atau bagaimana cara mengisi waktu, lebih baik sadar posisi dulu ya.

Ada seorang teman, lulusan universitas terbaik, golongan orang berada. Ketika menikah, suaminya malah memintanya untuk mengembangkan skill-nya lewat berbagai program. Tidak memintanya menjadi stay at home mom.

Di satu sisi aku agak kesal karena merasa, kamu seharusnya tidak perlu bekerja, uang suamimu lebih dari cukup. Mending fokus ke anak.

Namun, aku belajar taat padanya. Di mana letak keridhoan suaminya, di situlah dia akan terus mengejarnya. Sebab dia makmum, dan makmum akan mengikuti imamnya.

Dan aku melihat, bisnisnya merangkak naik terus. Saksi utama ikhtiarnya sudah ridho lahir batin.

Mencari solusi, bukan menentukan siapa yang salah

Hal kedua, ketika sepasang suami istri bermasalah, maka keduanya harus fokus pada solusi bukan saling menyalahkan.

Siapalah kita yang suka dituduh salah. Apalagi jika kita secara de facto ada di pihak yang benar.

Namun, aku belajar untuk tidak menyalahkan siapa pun, termasuk tidak menyalahkan orang yang menjadi makcomblang pernikahanku. Mengapa ia menjodohkanku dengan orang sepertinya?

Solusinya apa? Kita memang punya masalah, tetapi kita harus segera cari solusi. Masalah kita, meskipun hanya dua orang yang berseteru, tetapi banyak orang di sekitarnya yang akan merasa imbasnya. Anak-anak yang belum mengerti, orang tua yang mungkin akan ikut sakit hati.

Berhenti, berhenti terus menyalahkan. Walau berat, ayo mencoba berpikir jernih.
Siapa yang harus memulai?

Ketika dua kubu masih saling gengsi, masih menganggap bahwa pihak lain yang bersalah. Jadilah pihak yang tidak memancing emosi, diam saja dulu.

Ketika situasi mulai stabil, cari cara terbaik untuk menyampaikan pendapat yang bisa menyelesaikan masalah.

Percaya bahwa, setiap masalah pasti ada solusinya.

Mungkin sebenarnya, bukan solusinya yang lebih berharga. Namun, bagaimana cara kita merespon masalah yang sedang  kita hadapi.

Apakah kita mudah terpancing emosi?
Apakah kita mudah mengumbar aib orang yang sedang berselisih dengan kita?
Apa kita akan menjadi karang yang semakin kuat ketika berkali-kali dihantam karang?
Apa kita menjadi lebih dekat atau lebih jauh pada Sang Maha Pemberi Petunjuk?

Masalah yang datang, pasti sesuai porsi. Allah tahu kita mampu, jadi ia titipkan masalah itu untuk kita. Maka, sabar di tiap prosesnya dan bersyukur di tiap hikmahnya adalah respon terbaik yang bisa kita tampilkan pada dunia.

Salam sayang bagi yang mereka semua yang sedang berusaha untuk menyelesaikan perselisihan ya...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Harus Kutulis?

Pertemuan kembali

re arrange