Bekal Abang
Semenjak si sulung daftar sekolah dan Bunda melihat salah satu persiapan yang harus dibawa, Bunda mulai deg-degan pas baca : snack time dan makan siang.
Kenapa deg-degan?
Pas TK, segitu sekolah di depan rumah dan hanya bawa bekal 3 kali sepekan saja, Bunda masih lebih sering minta bantuan nenek untuk membawakan bekal #abangneng waktu mendekati jam makan anak.
Kali ini sekolahnya jauh, pulangnya siang dan harus bawa dua bekal?
Oh my Rabb, can i?
Memulai membeli frozen food
Bukannya nggak mau menyiapkan bahan makanan yang fresh and homemade, tetapi Bunda sadar diri. Sadar kemampuan memasaknya terbatas dan masih selalu repot di pagi hari.
Terima kasih pada semua penjual frozen food dengan aneka ragam jenisnya. Semua dicoba bertahap untuk melihat respon anak, mana yang disukai mana yang tidak.
Egg chicken roll, bakpau, dimsum, fishball adalah menu yang disukai anak-anak. Persiapan bekal yang harusnya bisa disimpan sampai sepekan malah habis sekali kesempatan.
Kentang goreng, karage dan beberapa menu lain yang hanya jadi rejeki ibu dan tante-tantenya saja dengan berbagai alasan.
Biasanya hanya dilakukan di awal bulan, sesuai budget. Makin besar tanggalannya, menu makan sederhana seperti nasi+telur, nasi+abon, roti menjadi pilihan.
Misting dan Tumbler
Biar anak semangat makan, mereka boleh pilih sendiri tempat makan dan botol minum yang mereka mau.
Mari ajak ke tempat belanja peralatan dapur dengan beragam pilihan dan harga super hemat.
Pilihan anak-anak jatuh pada rantang kotak dua tingkat bergambar dinosaurus. Abang warna merah dan Neng warna ungu.
Botol minum pun sama, walau akhirnya botol minum entah kemana dan kembali pada botol tupperware hadiah punya Bunda.
Manajemen waktu
Mandi sebelum subuh, keluarin frozen food, bangunin dan mandiin anak, goreng-goreng lalu masukin ke tempat makan.
Botol minum diisi oleh anak-anak sebagai latihan tanggung jawab.
Voila, rencana yang indah, bukan?
Semua persiapan selesai, datang ke sekolah tanpa drama.
Alhamdulillah, it's Bandung
Tempat yang menawarkan ragam pilihan menu dari pagi hingga malam. Nasi kuning, kue basah, cakue, gorengan semua sudah ada penjualnya yang standby dari pagi.
Kalau tidak sempat membawa bekal, sisihkan uang untuk membeli bekal sebelum sekolah.
Dan biasanya, anak malah lebih semangat menghabiskan bekalnya.
Menikmati realita
Bekal tidak habis atau bahkan bekal tidak disentuh sama sekali?
Bukan sepenuhnya salah anak, sih.
Mungkin porsinya kebanyakan ya, atau anak keasyikan main dan mengeksplor sekolah baru.
Dicobalah konsekuensi jika tidak menghabiskan di jam makan, maka baru boleh naik mobil untuk pulang ketika bekal habis.
Beberapa kali sukses. Anak makan di sela-sela waktu menunggu orang tua. Lupakan higienitas barang sejenak. Makan di atas tanah di bawah pohon, tangan yang tidak sempat dicuci. Intinya bekalnya habis, kan?
Dicoba juga untuk tidak dibawakan bekal, agar anak merasa lapar dan merasa pentingnya membawa bekal.
Eh, ternyata di hari konsekuensi malah jadwalnya cooking class menghias bento : nasi+nori+sosis. Rejekimu, Nak.
Beberapa kali bahkan tempat makannya tidak disentuh sama sekali, dan betul-betul mematahkan hati.
Si anak pun paham jika makanannya habis ibunya akan senang, dan kalau nggak habis pasti akan takut-takut ketika mau pulang dan mengaku.
Pernah sekalinya habis, eh si anak mengaku yang menghabiskan adalah teman-temannya. Baiklah, ayo belajar sabar, ya, Bun.
Ya Allah, ini teh salah satu episode hidup aja, kan? Bukan masalah yang terlalu besar, kan?
Bunda akan terus mencoba menyiapkan bekal untuk Abang, menunggu tempat makan kosong setiap siang, lalu tetap menawari makan siang sambil menyuapi nasi dan lauk.
Komentar
Posting Komentar