Dauroh Quran : Nikmatnya Hidup bersama Al-Quran

(kajian bersama ustadz Nur Ihsan Jundullah)
26 Agustus 2018

Apa yang kita anggap sebagai sebuah kenikmatan?
Pikiran yang tenang, bebas dari himpitan hutang, pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab soal kapan nikah, kapan lulus. Atau fisik yang sehat, yang dengannya kita bisa melakukan banyak hal, menjelajah ke banyak tempat. Atau kenikmatan untuk bisa merasakan makanan yang enak. Dengan ketiga hal ini, sudah selayaknya kita bersyukur kepada Allah. Namun, Nabi Daud as berkata "Bagaimana aku bersyukur kepada Allah, jika syukur sendiri adalah nikmat yang harus aku syukuri"

Ada syukur dan ada syakur, syakur adalah kemampuan berterimakasih atas sebuah nikmat.

Dalam Al-Quran, terdapat lima surat yang diawali dengan hamdalah, surat Al-Fatihah, Al-An'am, Al-Kahfi, Saba' dan Fathir. Empat surat di antaranya berbicara tentang alam semesta, sedangkan satu surat berbicara tentang Al-Quran, yakni surat Al-Kahfi.

Bisa diartikan, bahwa nikmat Al-Quran setara dengan empat kali alam semesta.

Dalam sebuah ayat, nama Jibril disandingkan dengan nama malaikat secara umum. Mengapa? Bukankah Jibril adalah bagian dari malaikat? Ternyata, Jibril ini istimewa. Apa yang membuat Jibril istimewa? karena Jibril adalah penyampai wahyu.

Dalam Al-Quran, hitungan tahun qomariah disebutkan dalam sebuah ayat, ada 12 bulan dalam satu tahunnya. Namun, hanya satu bulan yang namanya tertera secara gamblang di Al-Quran, ialah Ramadan. Mengapa Ramadan istimewa? karena Ramadan adalah bulan turunnya Al-Quran.

Dalam satu bulan Ramadan, ada satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Lebih baik berarti lebih dari seribu bulan, bisa dua ribu, tiga ribu atau lebih. Namanya lailatul qadr. Mengapa malam ini istimewa? karena malam ini adalah malam turunnya Al-Quran.

Kota Makkah dan Madinah spesial, sebab dua kota ini adalah kota di mana Al-Quran turun secara berangsur-angsur.


Tempat yang 'ditempeli' Al-Quran menjadi istimewa, waktu yang 'ditempeli' Al-Quran menjadi istimewa, makhluk yang 'ditempeli' Al-Quran menjadi istimewa. Bukankah ini berarti bahwa rahasia kemuliaan atau keistimewaan adalah Al-Quran.

Apakah Al-Quran yang dulu turun sama dengan sekarang?
Bukankah Al-Quran di Kota Makkah Madinah sama dengan yang ada di kota kita?
Mengapa efeknya berbeda?

Bila seseorang menyetir dalam keadaan siang hari yang cerah, kecepatan mobilnya bisa sampai 100 km/jam, tetapi bila kondisinya malam hari, hujan deras dan lampu sen mati. Masih bisakah kita menyetir dengan kecepatan yang sama?

Ternyata makin jauh jarak pandang akan membuat kita makin cepat bergerak. Ternyata, makin besar cahaya, akan membuat jarak pandang kita makin jauh. Dan, sumber cahaya itu ditentukan dari banyaknya interaksi kita dengan Al-Quran.

Saat ini kita masih hanya membaca Al-Quran, bukan tilawah. Kapan kita disebut tilawah?
Ketika kita melakukan seperti yang dilakukan bulan pada surat Asy-Syams, artinya menyerap lalu memantulkan. Ketika kita menyerap hidayah dari bacaan Al-Quran kita lalu bacaan kita memberi manfaat pada yang mendengarnya.

Bagaimana agar bacaan kita berpengaruh?
Bacalah dengan nada (sunnah), nadanya disesuaikan dengan maknanya (khilafiyah).
Misal : pada surat Hud, ketika Nabi Nuh mengajak anaknya naik ke kapal, nadanya akan semakin tinggi, disesuaikan dengan kondisinya, ketika berteriak. Bunyi ombak diibaratkan pada satu bacaan qalqalah. Lalu nadanya makin melemah di akhir ayat yang menunjukkan kesedihan.

Semoga kita dimudahkan untuk bisa menjadi hamba yang senantiasa bertilawah, membaca Al-Quran dan bermanfaat untuk orang lain yang mendengarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Harus Kutulis?

Pertemuan kembali

re arrange