Sebuah Kisah di Selasar Masjid
Fifa sedang
duduk di selasar masjid kampusnya, menunggu waktu dzuhur tiba. Angin sepoi-sepoi
terus saja membuatnya semakin mengantuk, padahal ia sudah berwudhu beberapa
menit yang lalu. Ia mengambil mushafnya lalu mulai tilawah, berusaha melawan kantuknya.
Baru saja ia
membaca selembar surat Al-Hujurot, Intan, temannya di kampus mendekati posisi
duduknya.
“Fi, titip ya,”ujarnya
sambil melangkah menuju tempat berwudhu.
Hal seperti
ini sangat lumrah terjadi. Siapapun orang yang duduk di selasar ini harus siap
menjadi tempat penitipan sementara. Walaupun di atas tempat wudhu sudah
disediakan loker untuk menaruh tas dan barang pribadi lainnya, lebih praktis
untuk menitipkannya pada orang yang dikenalnya di selasar, lalu masuk ke tempat
wudhu tanpa membawa apapun.
Fifa langsung
melanjutkan tilawahnya lagi. Masih ada waktu lima belas menit lagi sampai waktu
dzuhur tiba. Lumayan, untuk mencicil target harian tilawah.
Intan sudah
kembali dari tempat wudhu, kemudian mengambil tas dan sweater warna biru langit
miliknya. Fifa melirik ke arah sweater tersebut.
“Ntan,
sweatermu kelihatannya hangaaaat sekali.”ujar Fifa tanpa maksud apapun.
Intan
tersenyum.
“Fi, aku
menunggu dzuhurnya di dalam masjid ya. Terima kasih sudah menjaga barang
milikku,”ujar Intan, “Oh iya, sweater ini untukmu saja,”lanjutnya sambil
meletakkan sweater biru muda itu di pangkuan Fifa.
Fifa terdiam
beberapa detik sebelum akhirnya memekik.
“Intaaan, aku
nggak maksud begitu, kok. Aku Cuma menyampaikan pendapatku tentang sweatermu.”
“Iya,
sholehah. Aku tahu pasti kamu tidak mengatakannya agar aku memberikan sweater
ini untukmu. Tapi, aku serius. Sweater ini untukmu saja ya.”
Fifa masih
bingung memegang sweater biru itu. Matanya menghangat, hatinya lebih hangat
lagi.
Ia pernah
mendengar hadits tentang ukhuwah, tentang saling memberi hadiah, tentang
mencintai saudara seperti mencintai dirinya sendiri. Tapi tidak pernah
menyangka akan mengalaminya sendiri
Intan bukan
teman yang terlalu dekat dengannya, mereka hanya sering bertemu di selasar ini
lalu saling sapa. Bagaimana bisa seseorang yang tidak saling akrab bisa dengan
mudahnya memberi barang yang dimilikinya karena komentar iseng semata?
Jawabannya,
iman. Iya, iman tentu saja.
Fifa
tersenyum. Entah mengapa suara adzan dzuhur siang itu terdengar begitu syahdu
Komentar
Posting Komentar