Pesan untuk Pak Saiful
Arif memutar
otaknya. Ia memikirkan bagaimana caranya ia bisa menyampaikan pesan dari
panitia Ramadhan tahun ini, pesan itu tertuju kepada bapak Saiful. Tetangganya.
Jika
saja pesan itu pesan yang menyenangkan, mungkin tidak akan sesusah ini untuk menyampaikan.
Ini sebaliknya, pesannya akan membuat pembawa pesan dan penerima pesan
sama-sama merasa tidak enak.
Mengapa
harus Arif? Ia sebenarnya menolak ketika diamanahi tugas ini.
Tapi
ia ketua Panitia Ramadhan, ia dinilai paling layak dan paling pantas
menyampaikan ini. Rekan-rekan panitia sudah meyakinkan Arif bahwa ia tidak
perlu merasa bersalah. Ia hanya penyampai pesan. Sampaikan lalu sudah.
Hmm, andai bisa semudah itu, pikir Arif.
***
Ia
sudah sampai di depan rumah Pak Saiful. Rencananya hari ini juga ia akan
mencoba menyampaikan pesan itu pada Pak Saiful. Sayup-sayup terdengar suara
orang sedang melantunkan bacaan Al-Quran dari dalam rumah. Itu suara Pak
Saiful.
Sungguh,
baru kali ini mendengar lantunan ayat Al-Quran membuat Arif malah tambah
gelisah. Bukan karena bacaannya tidak merdu, tetapi karena pesan ini.
Akhirnya
ia memutuskan mengetuk pintu.
“Nak
Arif, masuk sini.”panggil Pak Saiful yang membukakan pintu untuknya. “Ini Bapak
lagi menghafal surat-surat pendek. Buat persiapan jadi imam tarawih
nanti,”terangnya lagi.
Arif
hanya tersenyum kecut. Ia batal menyampaikan pesan itu hari ini. Ia tiba-tiba
kehilangan kata-kata yang sudah disiapkan sebelumnya.
***
Arif
akhirnya menghadap ketua DKM. Mencoba meminta saran kepada tetua di wilayah rumahnya
itu. Bagaimana cara yang baik untuk menyampaikan pesan untuk pak Saiful ini.
“Bilang
saja, untuk imam shalat tarawih tahun ini, panitia diminta untuk menunjuk para pemuda,
sekalian regenerasi. Kan tidak selamanya kami-kami yang tua ini bisa menjadi
imam shalat, sewaktu-waktu kami bisa dipanggil pulang sama Yang Maha Kuasa.”
Alasan
yang logis dan sangat terdengar baik.
Arif
tersenyum. Ia tidak perlu mengatakan alasan sebenarnya. Bacaan Al-Quran pak
Saiful belum terlalu lancar, belum lagi makharijul hurufnya. Beberapa jamaah
mengeluhkan hal ini, namun tidak berani menyampaikan kepada pak Saiful. Beliau
termasuk tetua di wilayah ini.
Ironisnya,
pak Saiful sangat semangat datang ke masjid dan selalu ditunjuk jadi imam
karena dituakan oleh jamaah lainnya.
***
Keesokkan
harinya, di teras rumah Pak Saiful.
Pak Saiful menerima
surat pengumuman yang dibawa Arif. Pengumuman tentang kegiatan Ramadhan di
masjid kami. Termasuk di dalamnya jadwal imam untuk tarawih tahun ini. Beliau
terlihat memaksakan senyum. Terbayang lagi di benak Arif ketika Pak Saiful berlatih
membaca Al-Quran untuk menambah hafalannya selama ini. Sungguh, Arif jadi makin tak enak
hati.
Arif
kemudian menjelaskan alasan soal rencana regenerasi imam masjid dan
menyampaikan permohonan maaf dari seluruh panitia Ramadhan.
Epilog
Sampai Ramadhan hari ke 22, Pak
Saiful belum pernah menampakkan dirinya di masjid di jam tarawih. Sebelum adzan
isya berkumandang, pintu pagar Pak Saiful selalu terbuka dan terdengar bunyi
motor tua Pak Saiful melaju menjauhi rumahnya. Entah apakah ini ada sangkut
pautnya dengan keputusan panitia Ramadhan yang tidak memilihnya menjadi imam
Komentar
Posting Komentar