Kaus Kaki Karin
Karin terdiam sejenak sebelum memasuki tempat wudhu
akhwat di masjid sekolah. Banyak anak SMK. Karin memang bersekolah di yayasan
yang menaungi kedua sekolah sekaligus, SMA dan SMK. Bukan hal baru juga bahwa
sekalipun berdampingan, hubungan antar siswanya tidak begitu baik. Terlebih
perempuannya. Mereka seringkali saling ejek sambil teriak-teriak, saling
memandang dengan sinis. Alasannya? Susah dijelaskan. Perbedaan strata sosial.
Karin akhirnya masuk saja ke toilet. Toh sebenarnya ia
memang tidak punya masalah dengan anak-anak SMK. Ia termasuk orang yang tidak
memihak pada siapa-siapa.
Ketika ia sedang membuka kaus kakinya, tampak di depannya
seorang siswi SMK yang sudah berwudhu dan hendak memakai kaus kaki juga. Karin memperhatikan.
Siswi tersebut membawa dua buah karet gelang. Karin memperlambat gerakannya,
seolah menutupi bahwa ia sebenarnya ingin tahu untuk apa dua buah karet gelang
tersebut. Siswi tersebut memakai kaus kaki, lalu memasukkan karet gelang di
luar kaus kakinya, berusaha menahan kaus kakinya yang sudah melar agar tidak
merosot lagi.
Siswi itu melihat ke arah Karin dan mereka beradu
pandang. Karin agak salah tingkah namun masih bisa memaksa senyum. Senyumnya
berbalas.
“Lucu ya, Teh? Saya belum bisa beli kaus kaki lagi.”jelasnya.
Rupanya ia tahu bahwa sejak tadi Karin memperhatikannya.
“Saya Karin.”ujarnya sambil mengulurkan tangan. Siswi itu
memandangi baju seragam Karin terlebih dulu untuk memastikan apa benar anak SMA
di depannya serius mengajaknya berkenalan.
“Saya Ina, Teh.”jawabnya, “Teteh orang pertama yang
menyapa kami sebaik ini. Makasih ya, Teh. Saya duluan”
Ina, siswi tersebut meninggalkan Karin sendirian. Matanya
agak basah, ia masih menahannya sedari tadi karena tidak ingin terlihat iba.
Karin
tiba-tiba ingat tumpukan kaus kaki yang hanya tinggal sebelah di rumahnya.
Betapa mudahnya ia membeli lagi kaus kaki dengan alasan tidak menemukan
pasangannya, lalu menumpuk sisanya tanpa maksud yang jelas.
Karin
merasa dirinya sombong sekali.
Lalu
ia tiba-tiba tersenyum. Ia memiliki ide bagus yang harus segera dieksekusi. Ia
pun lekas berwudhu karena suara iqomat telah berkumandang.
***
Karin
baru saja melipat mukenanya. Teman-teman sekelasnya sudah berhamburan keluar
masjid selesai berdoa tadi. Karin sengaja memilih keluar terakhir karena ia
punya misi rahasia setiap pekan di sini.
“Sudah
saya duga. Ini pasti ide Teh Karin.”tembak suara di belakangnya. Karin menoleh.
Ina sudah ada di sana, memergoki dirinya yang baru saja mengisi keranjang “Free Socks” di atas lemari mukena.
Karin
salah tingkah, takut sekali misinya ini menyinggung hati teman barunya. Mereka beberapa
kali bertemu di kantin tanpa bisa saling sapa karena Karin sedang bersama
teman-teman sekelasnya.
Ina
menghampirinya. “Makasih ya, Teh. Teman-teman yang lain kemarin sudah banyak
yang mengambil kaus kaki di sini, lumayan katanya buat mengganti kaus kaki
mereka yang sudah berlubang.”lanjut Ina tulus.
Karin
tersenyum. Misinya berhasil. Alhamdulillah.
Komentar
Posting Komentar